Semakin mendekati penghujung tahun. Sudahkah menulis resolusi impian untuk 2018 yang akan segera datang? Aneh juga, karena sampai sekarang aku masih santai. Biasanya aku yang paling dilingkupi semangat 45 untuk berbenah banyak hal. Mulai dari bersih-bersih rumah, mendekor ulang suasana yang ada, hingga menulis sederet list terbaru untuk target pencapaian yang ingin kuraih di tahun selanjutnya.

Tetapi ketika tahun berganti, maka ada usia yang turut bertambah sekaligus berkurang. Ada kalanya planning yang sudah dibuat berubah haluan seiring waktu berjalan. Sama halnya dengan mimpi-mimpi yang menggandrungiku sejak kecil.

Katanya aku gadis supel yang tak pernah bisa diam. Mulutku akan masam ketika berhenti berbicara. Bahkan mamak dan setiap orang di rumah, selalu jengkel mendengar ocehanku yang tak habis-habis. Di sisi lain aku memiliki dunia imajinasi sendiri. Dunia anak-anak yang tak dimengerti oleh orang dewasa.

Dulu, aku pernah bermimpi untuk menjadi seorang dokter. Boneka yang kuanggap pasien dengan ikhlas menerima banyolanku. Kemudian aku ingin menjadi seorang sekretaris entah ide dari mana keinginan itu, tatkala aku masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Selanjutnya aku ingin menjadi seorang artis, bintang film, dan penyanyi. Waktu remaja tak sedikit orang yang memuji suaraku yang katanya bagus. Hihihi. Meski sekarang aku nyaris tak memiliki kepercayaan diri untuk bernyanyi seperti dulu. Malu, terlebih setelah tahu bahwa suara muslimah itu juga termasuk aurat.

Dulu? Iya, aku adalah salah satu gadis kecil yang dengan PD bernyanyi sambil berjoget di pesta ulang tahun. Padahal lagu yang dibawakan adalah lagu "Wakuncar". Ahh aku malu mengingat ini. Betapa masa kecilku berlalu dengan hal-hal super yang membuatku menutup muka saat ini. Ternyata dulu aku bisa se-PD itu hahaha.

Sayangnya, seperti tak ada jalan yang kemudian mendukung langkahku untuk menuju mimpi-mimpi itu. Barangkali Allah berkehendak lain untuk menjawab setiap harap yang menyelinap atau untuk menghantarku pada impian yang lebih baik.

Tak lama setelah mengenal lingkup tarbiyah untuk pertama kalinya, ketika hatiku mulai terpaut untuk mempelajari Islam lebih dalam, ketika niatku mengenakan hijab lebar seketika tumbuh di dalam hati. Meski, tentu saja tak ada yang benar-benar mengerti apalagi mendukung.

Untuk mengikuti kajian liqo' aku bahkan harus mencari alasan untuk pamit pada mamak dan mak aji. Mereka beranggapan bahwa aku hanya ingin berkeliaran. Pun ada saat ketika kerudung yang kukenakan ditarik paksa hanya karena aduan tak benar yang melayang padaku. Hingga sangkaan bahwa aku mengikuti pengajian sesat. Mengingat waktu itu sedang beredar isu serupa di tengah masyarakat. Muslimah bercadar yang hanya hitungan jari di lingkungan tempat tinggalku juga tak lepas dari tatapan sinis, aneh, dan sesuatu yang diluar kebiasaan.

Barangkali hanya aku yang menatap hal itu sebagai sesuatu yang teduh dan menyejukkan. Saat semua orang mempermasalahkan soal cadar, aku menganggap pikiran mereka yang salah dan belum paham benar apa itu cadar dan fungsinya. Bukankah cadar bisa diyakini sebagai sunnah? Menjadi wajib jika ada faktor yang benar-benar mengharuskan pemakaian cadar. Itu pun semata untuk menjaga kehormatan sang muslimah.

Tapi, masih ada yang menganggap bahwa cadar sebagai simbol fanatisme terhadap Islam, yang seolah-olah pengenanya bukan bagian dari Islam itu sendiri. Jilbab lebar masih dianggap sebagai sesuatu yang aneh meski saat ini justru menjadi trend fashion yang katanya syar'i.

Dan.. awal-awal mula berhijrah, Allah uji dengan kabar bahwa mamak dan bapak berpisah.

Meski sempat terpuruk, tetapi menjadi titik balik di mana aku benar-benar mengubah mimpi, yang tadinya bahkan tak pernah terpikirkan sama sekali.

Berbagai planning besar kutulis di selembar kertas karton berwarna-warni, berikut sederet kata-kata motivasi, kemudian kutempel di dinding kamar. Setiap hendak berangkat sekolah aku membacanya. Memantapkan motivasi dalam diri demi meraih mimpi, meski orangtua tak lagi berada di sisi.

Saat itu, mimpi terbesarku adalah menjadi guru dan seorang penulis terkenal. Gadis supel yang tadinya periang dan banyak bicara lambat laun berubah. Aku lebih banyak menghabiskan waktu bersama buku dan perpustakaan daerah maupun perpus sekolah. Semua buku-buku sastra yang ada kulahap habis. Termasuk sastra "Bunga Rampai" yang cukup tebal untuk dibaca anak seusiaku dengan bahasa yang tak semuanya mudah dicerna.

Ketika remaja yang lain asyik duduk bergerombol bersama genk yang mereka bentuk. Aku menyudutkan diri dengan buku di genggaman. Di mana ada aku, di situ ada buku. Hingga teman-teman menjuluki sebagai kutu buku.

Waktu itu, barangkali aku sudah memiliki kemampuan menulis sejak lama, sebab kebiasaan menulis di diary terhitung sejak aku duduk di bangku kelas 3 Sekolah Dasar.

Namun karier menulis pertamaku, bermula ketika menulis naskah pementasan teater untuk acara perpisahan di sekolah. Selanjutnya aku belajar menulis puisi walau puisi cinta dan patah hati lebih mendominasi waktu itu. Ketika ikut mamak bersama suaminya, aku mulai menulis cerpen.

Aku masih ingat, setiap akhir pekan ada koran yang datang, aku selalu terpaut pada majalah Expresi yang berasal dari Pekanbaru. Berharap bisa mengirim naskah ke sana.

Sayangnya karena keterbatasan sarana, aku hanya bisa menulis di buku tulis biasa. Tak ada komputer, belum mengenal akun email, apalagi akses internet.

Meski tak ada dukungan dari keluarga, tetapi mamak waktu itu mengucapkan kata yang menjadi doa untukku di hari ini.

Malam itu mamak menghampiriku ketika aku sedang menulis, "Mau jadi penulis ya, Nak?"

Tanya mamak. Aku hanya memandang mamak dengan mata berbinar. Besok-besoknya di setiap kesempatan, mamak berbicara pada orang-orang bahwa putrinya ini ingin jadi penulis. Kemudian, takdir seperti menggiring langkahku menuju babak demi babak baru di dalam hidup. Doa mamak masih terus berkontribusi di dalamnya.

Lantas, Allah seperti menempaku lewat berbagai ujian sejak masih remaja.

Masa remajaku bahkan tak berjalan seperti remaja lainnya. Masa remaja kuhabiskan dengan banyak konflik yang menempa diri untuk dewasa lebih dini, ditemani mimpi-mimpi yang terus terajut setiap hari. Sibukku adalah buku. Buku apa saja akan kulahap dengan senang hati, dan itu terbukti membantuku sejauh ini.

Cita-citaku ingin menjadi seorang guru dan penulis, aku bahkan menautkan mimpi besar lainnya untuk menginjakkan kaki di berbagai negara. Aku ingin kuliah di luar negeri, di bumi Kinanah, negeri para Nabi. Aku ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Aku ingin membuat mamak dan bapak bangga. Aku harus menjadi sarjana pertama di keluarga mak aji. Aku cucu latok aji yang dulu selalu dimanja, akan kukirim doa dan kebanggaan untuk beliau yang telah berada di alam sana.

Akan kuwujudkan mimpi mamak yang terpenggal karena perjodohan dini.

Seiring dengan mimpi-mimpi itu, sungguh Allah membuka mataku bahwa memang tak ada yang mustahil bagi-Nya. Semua mungkin selama engkau yakin dan percaya pada ketetapan Allah. Satu persatu hal yang kata orang mustahil untuk kuraih, Allah mudahkan. 

Allah kabulkan. Kendati jalan untuk menuju mimpi-mimpi itu membelakangi rencana yang sudah kubuat semulus mungkin. Barangkali Allah ingin aku menjadi lebih kuat. Sebab seorang yang tangguh tak lahir lewat kemudahan hidup, tetapi mereka benar-benar ditempa untuk bangkit di setiap kegagalan yang datang. Maka ini yang disebut perjuangan.

Iya, Allah menginginkanku berjuang. Allah ingin menguji kesungguhanku.

Meski sempat beberapa kali terbentur. Maha Besar Allah yang telah mengirimiku malaikat-malaikat tak bersayap ke dunia ini. Mereka yang menguatkan langkah. Mereka yang mengokohkan pondasi di dalam diri tatkala lemah terpuruk. Mereka yang mungkin menyelipkan namaku di antara doa-doa yang mereka langitkan.

Allah membersamaiku di sepanjang jalan ini dengan saudara-saudara yang bertemu karena Allah. Saudara-saudara yang bahkan lebih kental dari sekedar hubungan darah. Mereka yang merangkulku dalam lingkar ukhuwah Islamiyah. Mengajariku, menasehatiku, mendidikku, untuk tak hanya menjadi pribadi yang kuat dan sabar tetapi taat sebagai muslimah di mata Allah.

Pada akhirnya, aku menuju mimpi untuk menjadi seorang pengajar barangkali lewat program studi yang saat ini kutekuni di salah satu sekolah tinggi berbasis Islam. Syukran pada murabbi dan suami beliau yang selalu membuka tangan untuk menampung segala curhat dan problematika yang mendatangiku hingga saat ini. Mereka yang terus menerus menguatkan dan memberi nasehat berharga.

Bagiku tak ada yang lebih berharga di dunia ini tatkala Allah berikan saudara-saudara yang membantuku untuk menjadi lebih baik di jalan-Nya. Alhamdulillah.

Mereka berdua pula yang sejak awal mendorongku untuk mengambil study ini. Mereka yang seperti pengganti orangtua di ranah orang. Kelak, semoga Allah beri kesempatan untuk membalas setiap kebaikan orang-orang yang hingga hari ini ikhlas membantuku karena Allah. Semoga Allah kuatkan langkah dan azam di dalam diri untuk tetap kokoh sekuat apapun angin bertiup di sepanjang jalan menuju tujuan.

Mamak bilang aku ingin jadi penulis, maka aku menulis untuk mamak, maka aku menjadi penulis juga untuk mamak. Satu-satunya orang yang doanya masih membekas padaku ketika semua orang mengecilkan mimpiku saat itu. Apapun pencapaianku hari ini, pun nanti, semua untuk mamak dan bapak. Untuk orang-orang yang berarti di dalam hidupku dan mereka yang membuatku berarti di kehidupan mereka.

Setelah sekian banyak nikmat dan bukti yang Allah tunjukkan di depan mataku, fabiayyi 'alaairabbikuma tukadzhiban? Allah itu dekat. Sangat dekat. Lihat bagaimana Allah mengatur jalan hidupmu kendati berliku tetapi tak lepas dari hikmah dan kebaikan yang dapat dipetik sebagai pembelajaran berharga.

Ketika seseorang mengecilkan mimpimu, mereka hanya belum sadar bahwa ada Allah yang Maha Besar yang mampu  mengubah mustahil menjadi sangat mungkin terjadi. Mereka yang lupa bahwa di dunia ini semua bergerak atas izin dan kehendak Allah, lalu apa yang kau takutkan? Jika Pemilik kehidupan ini saja sudah menjamin segala sesuatunya. Mengapa ragu pada Dzat yang telah membuatmu bernyawa? Allah itu dekat. Sangat dekat. Maka tak ada yang mustahil di dunia ini ketika Allah berkata "Kun" maka "Faya Kun". Bismillah ... #bianglalahijrah

Magelang, 30 Desember 2017
tulisan ini untuk refleksi diri sekaligus rindu yang basah memeluk "mamak" dari kejauhan
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْلِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَاكَمَارَبَّيَانِيْ صَغِيْرَا

Aamiin.
copyright : @bianglalahijrah

0 Komentar